Rabu, 23 Juni 2010

ASKEP CKD ( CHRONIC KIDNEY DISEASE )


A.                PENGERTIAN

       Gagal ginjal kronik (GGK) biasanya akibat akhir dari kehilangan fungsi ginjal lanjut secara bertahap (Doenges, 1999; 626)

        Gagal ginjal kronis atau penyakit renal tahap akhir (ESRD) merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversible dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit,menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah).  (Brunner & Suddarth, 2001; 1448)

         Gagal ginjal kronik merupakan perkembangan gagal ginjal yang progresif dan lambat,biasanya berlangsung beberapa tahun. (Price, 1992; 812)

            Sesuai dengan topik yang saya tulis didepan cronic kidney disease ( CKD ),pada dasarnya pengelolaan tidak jauh beda dengan cronoic renal failure ( CRF ), namun pada terminologi akhir CKD lebih baik dalam rangka untuk membatasi kelainan klien pada kasus secara dini, kerena dengan CKD dibagi 5 grade, dengan harapan klien datang/merasa masih dalam stage – stage awal yaitu 1 dan 2. secara konsep CKD, untuk menentukan derajat ( stage ) menggunakan terminology CCT ( clearance creatinin test ) dengan rumus stage 1 sampai stage 5. sedangkan CRF ( cronic renal failure ) hanya 3 stage. Secara umum ditentukan klien datang dengan derajat 2 dan 3 atau datang dengan terminal stage bila menggunakan istilah CRF.

 

B.               ETIOLOGI

·           Infeksi misalnya pielonefritis kronik, glomerulonefritis

·           Penyakit vaskuler hipertensif misalnya nefrosklerosis benigna, nefrosklerosis maligna, stenosis arteria renalis

·           Gangguan jaringan penyambung misalnya lupus eritematosus sistemik, poliarteritis nodosa,sklerosis sistemik progresif

·           Gangguan kongenital dan herediter misalnya penyakit ginjal polikistik,asidosis tubulus ginjal

·           Penyakit metabolik misalnya DM,gout,hiperparatiroidisme,amiloidosis

·           Nefropati toksik misalnya penyalahgunaan analgesik,nefropati timbal

·           Nefropati obstruktif misalnya saluran kemih bagian atas: kalkuli neoplasma, fibrosis netroperitoneal. Saluran kemih bagian bawah: hipertropi prostat, striktur uretra, anomali kongenital pada leher kandung kemih dan uretra.

·           Batu saluran kencing yang menyebabkan hidrolityasis

 

C.                PATOFISIOLOGI

            Pada waktu terjadi kegagalan ginjal sebagian nefron (termasuk glomerulus dan tubulus) diduga utuh sedangkan yang lain rusak (hipotesa nefron utuh). Nefron-nefron yang utuh hipertrofi dan memproduksi volume filtrasi yang meningkat disertai reabsorpsi walaupun dalam keadaan penurunan GFR / daya saring. Metode adaptif ini memungkinkan ginjal untuk berfungsi sampai ¾ dari nefron–nefron rusak. Beban bahan yang harus dilarut menjadi lebih besar daripada yang bisa direabsorpsi berakibat diuresis osmotik disertai poliuri dan haus. Selanjutnya karena jumlah nefron yang rusak bertambah banyak oliguri timbul disertai retensi produk sisa. Titik dimana timbulnya gejala-gejala pada pasien menjadi lebih jelas dan muncul gejala-gejala khas kegagalan ginjal bila kira-kira fungsi ginjal telah hilang 80% - 90%. Pada tingkat ini fungsi renal yang demikian nilai kreatinin clearance turun sampai 15 ml/menit atau lebih rendah itu. ( Barbara C Long, 1996, 368)

            Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein (yang normalnya diekskresikan ke dalam urin) tertimbun dalam darah. Terjadi uremia dan mempengaruhi setiap sistem tubuh. Semakin banyak timbunan produk sampah maka gejala akan semakin berat. Banyak gejala uremia membaik setelah dialisis. (Brunner & Suddarth, 2001 : 1448).

Klasifikasi

Gagal ginjal kronik dibagi 3 stadium :

-          Stadium 1 : penurunan cadangan ginjal, pada stadium kadar kreatinin serum normal dan penderita asimptomatik.

-          Stadium 2 : insufisiensi ginjal, dimana lebihb dari 75 % jaringan telah rusak, Blood Urea Nitrogen ( BUN ) meningkat, dan kreatinin serum meningkat.

-          Stadium 3 : gagal ginjal stadium akhir atau uremia.

K/DOQI merekomendasikan pembagian CKD berdasarkan stadium dari tingkat penurunan LFG :

-          Stadium 1 : kelainan ginjal yang ditandai dengan albuminaria persisten dan LFG yang masih normal ( > 90 ml / menit / 1,73 m2

-          Stadium 2   : Kelainan ginjal dengan albuminaria persisten dan LFG antara 60-89 mL/menit/1,73 m2

-          Stadium 3    : kelainan ginjal dengan LFG antara 30-59 mL/menit/1,73m2

-          Stadium 4 : kelainan ginjal dengan LFG antara 15-29mL/menit/1,73m2

-          Stadium5 : kelainan ginjal dengan LFG <>

Untuk menilai GFR ( Glomelular Filtration Rate ) / CCT ( Clearance Creatinin Test ) dapat digunakan dengan rumus :

Clearance creatinin ( ml/ menit ) = ( 140-umur ) x berat badan ( kg )

                                                                                72 x creatini serum

Pada wanita hasil tersebut dikalikan dengan 0,85

 

 

 

 

MANIFESTASI KLINIS

Manifestasi klinik  antara lain (Long, 1996 : 369):

a.       Gejala dini : lethargi, sakit kepala, kelelahan fisik dan mental, berat badan berkurang, mudah tersinggung, depresi

b.      Gejala yang lebih lanjut : anoreksia, mual disertai muntah, nafas dangkal atau sesak nafas baik waktui ada kegiatan atau tidak, udem yang disertai lekukan, pruritis mungkin tidak ada tapi mungkin juga sangat parah.

Manifestasi klinik menurut (Smeltzer, 2001 : 1449) antara lain : hipertensi, (akibat retensi cairan dan natrium dari aktivitas sisyem renin -  angiotensin – aldosteron), gagal jantung kongestif dan udem pulmoner (akibat cairan berlebihan) dan perikarditis (akibat iriotasi pada lapisan perikardial oleh toksik, pruritis, anoreksia, mual, muntah, dan cegukan, kedutan otot, kejang, perubahan tingkat kesadaran, tidak mampu berkonsentrasi).

Manifestasi klinik menurut Suyono (2001) adalah sebagai berikut:

a.       Gangguan kardiovaskuler

Hipertensi, nyeri dada, dan sesak nafas akibat perikarditis, effusi perikardiac dan gagal jantung akibat penimbunan cairan, gangguan irama jantung dan edema.

b.      Gannguan Pulmoner

Nafas dangkal, kussmaul, batuk dengan sputum kental dan riak, suara krekels.

c.       Gangguan  gastrointestinal

Anoreksia, nausea, dan fomitus yang berhubungan dengan metabolisme protein dalam usus, perdarahan pada saluran gastrointestinal, ulserasi dan perdarahan mulut, nafas bau ammonia.

d.      Gangguan  muskuloskeletal

Resiles leg sindrom ( pegal pada kakinya sehingga selalu digerakan ), burning feet syndrom ( rasa kesemutan dan terbakar, terutama ditelapak kaki ), tremor, miopati ( kelemahan dan hipertropi otot – otot ekstremitas.

e.       Gangguan Integumen

kulit berwarna pucat akibat anemia dan kekuning – kuningan akibat penimbunan urokrom, gatal – gatal akibat toksik, kuku tipis dan rapuh.

f.       Gangguan endokrim

Gangguan seksual : libido fertilitas dan ereksi menurun, gangguan menstruasi dan aminore. Gangguan metabolic glukosa, gangguan metabolic lemak dan vitamin D.

g.   Gangguan cairan elektrolit dan keseimbangan asam dan basa

biasanya retensi garam dan air tetapi dapat juga terjadi kehilangan natrium dan dehidrasi, asidosis, hiperkalemia, hipomagnesemia, hipokalsemia.

h.   System hematologi

anemia yang disebabkan karena berkurangnya produksi eritopoetin, sehingga rangsangan eritopoesis pada sum – sum tulang berkurang, hemolisis akibat berkurangnya masa hidup eritrosit dalam suasana uremia toksik, dapat juga terjadi gangguan fungsi trombosis dan trombositopeni.

 

D.                PEMERIKSAAN PENUNJANG

Didalam memberikan pelayanan keperawatan terutama intervensi maka perlu pemeriksaan penunjang yang dibutuhkan baik secara medis ataupun kolaborasi antara lain :

1.Pemeriksaan lab.darah

-          hematologi

      Hb, Ht, Eritrosit, Lekosit, Trombosit

-          RFT ( renal fungsi test )

      ureum dan kreatinin

-          LFT (liver fungsi test )

-          Elektrolit

      Klorida, kalium, kalsium

-          koagulasi studi

      PTT, PTTK

-          BGA

2. Urine

-          urine rutin

-          urin khusus : benda keton, analisa kristal batu

3. pemeriksaan kardiovaskuler

-          ECG

-          ECO

4. Radidiagnostik

-          USG abdominal

-          CT scan abdominal

-          BNO/IVP, FPA

-          Renogram

-          RPG ( retio pielografi )

 

E.                 PENATALAKSANAAN KEPERAWATAN

Penatalaksanaan keperawatan pada pasien dengan CKD dibagi tiga yaitu :

a)      Konservatif

-          Dilakukan pemeriksaan lab.darah dan urin

-          Observasi balance cairan

-          Observasi adanya odema

-          Batasi cairan yang masuk

b)      Dialysis

-          peritoneal dialysis

      biasanya dilakukan pada kasus – kasus emergency.

      Sedangkan dialysis yang bisa dilakukan dimana saja yang tidak bersifat akut  adalah CAPD ( Continues Ambulatori Peritonial Dialysis )  

-          Hemodialisis

Yaitu dialisis yang dilakukan melalui tindakan infasif di vena dengan menggunakan mesin. Pada awalnya hemodiliasis dilakukan melalui daerah femoralis namun untuk mempermudah maka dilakukan :

-          AV fistule : menggabungkan vena dan arteri

-          Double lumen : langsung pada daerah jantung ( vaskularisasi ke jantung )

c)      Operasi

-          Pengambilan batu

-          transplantasi ginjal

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

I.                   DIAGNOSA KEPERAWATAN

Menurut Doenges (1999) dan Lynda Juall (2000), diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien CKD adalah:

1.      Penurunan curah jantung

2.      Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit

3.      Perubahan nutrisi

4.      Perubahan pola nafas

5.      Gangguan perfusi jaringan

6.      Intoleransi aktivitas

7.      kurang pengetahuan tentang tindakan medis

8.      resti terjadinya infeksi

 

J.                  INTERVENSI

1.      Penurunan curah jantung berhubungan dengan beban jantung yang meningkat

Tujuan:

Penurunan curah jantung tidak terjadi dengan kriteria hasil :

mempertahankan curah jantung dengan bukti tekanan darah dan frekuensi jantung dalam batas normal, nadi perifer kuat dan sama dengan waktu pengisian kapiler

Intervensi:

a.       Auskultasi bunyi jantung dan paru

R: Adanya takikardia frekuensi jantung tidak teratur

b.      Kaji adanya hipertensi

R: Hipertensi dapat terjadi karena gangguan pada sistem aldosteron-renin-angiotensin (disebabkan oleh disfungsi ginjal)

c.       Selidiki keluhan nyeri dada, perhatikanlokasi, rediasi, beratnya (skala 0-10)

R: HT dan GGK dapat menyebabkan nyeri

d.      Kaji tingkat aktivitas, respon terhadap aktivitas

R: Kelelahan dapat menyertai GGK juga anemia

2.      Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan edema sekunder : volume cairan tidak seimbang oleh karena retensi Na dan H2O)

Tujuan: Mempertahankan berat tubuh ideal tanpa kelebihan cairan dengan kriteria hasil: tidak ada edema, keseimbangan antara input dan output

Intervensi:

a.       Kaji status cairan dengan menimbang BB perhari, keseimbangan masukan dan haluaran, turgor kulit tanda-tanda vital

b.      Batasi masukan cairan

R: Pembatasan cairan akn menentukan BB ideal, haluaran urin, dan respon terhadap terapi

c.       Jelaskan pada pasien dan keluarga tentang pembatasan cairan

R: Pemahaman meningkatkan kerjasama pasien dan keluarga dalam pembatasan cairan

d.      Anjurkan pasien / ajari pasien untuk mencatat penggunaan cairan terutama pemasukan dan haluaran

R: Untuk mengetahui keseimbangan input dan output

 

3.      Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan berhubungan dengan anoreksia, mual, muntah

Tujuan: Mempertahankan masukan nutrisi yang adekuat dengan kriteria hasil: menunjukan BB stabil

Intervensi:

a.       Awasi konsumsi makanan / cairan

R: Mengidentifikasi kekurangan nutrisi

b.      Perhatikan adanya mual dan muntah

R: Gejala yang menyertai akumulasi toksin endogen yang dapat mengubah atau menurunkan pemasukan dan memerlukan intervensi

c.       Beikan makanan sedikit tapi sering

R: Porsi lebih kecil dapat meningkatkan masukan makanan

d.      Tingkatkan kunjungan oleh orang terdekat selama makan

R: Memberikan pengalihan dan meningkatkan aspek sosial

e.       Berikan perawatan mulut sering

R: Menurunkan ketidaknyamanan stomatitis oral dan rasa tak disukai dalam mulut yang dapat mempengaruhi masukan makanan

 

4.      Perubahan pola nafas berhubungan dengan hiperventilasi sekunder: kompensasi melalui alkalosis respiratorik

Tujuan: Pola nafas kembali normal / stabil

Intervensi:

a.       Auskultasi bunyi nafas, catat adanya crakles

R: Menyatakan adanya pengumpulan sekret

b.      Ajarkan pasien batuk efektif dan nafas dalam

R: Membersihkan jalan nafas dan memudahkan aliran O2

c.       Atur posisi senyaman mungkin

R: Mencegah terjadinya sesak nafas

d.      Batasi untuk beraktivitas

R: Mengurangi beban kerja dan mencegah terjadinya sesak atau hipoksia

 

5.      Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan pruritis

Tujuan: Integritas kulit dapat terjaga dengan kriteria hasil :

-          Mempertahankan kulit utuh

-          Menunjukan perilaku / teknik untuk mencegah kerusakan kulit

Intervensi:

a.       Inspeksi kulit terhadap perubahan warna, turgor, vaskuler, perhatikan kadanya kemerahan

R: Menandakan area sirkulasi buruk atau kerusakan yang dapat menimbulkan pembentukan dekubitus / infeksi.

b.      Pantau masukan cairan dan hidrasi kulit dan membran mukosa

R: Mendeteksi adanya dehidrasi atau hidrasi berlebihan yang mempengaruhi sirkulasi dan integritas jaringan

c.       Inspeksi area tergantung terhadap udem

R: Jaringan udem lebih cenderung rusak / robek

d.      Ubah posisi sesering mungkin

R: Menurunkan tekanan pada udem , jaringan dengan perfusi buruk untuk menurunkan iskemia

e.       Berikan perawatan kulit

R: Mengurangi pengeringan , robekan kulit

f.       Pertahankan linen kering

R: Menurunkan iritasi dermal dan risiko kerusakan kulit

g.      Anjurkan pasien menggunakan kompres lembab dan dingin untuk memberikan tekanan pada area pruritis

R: Menghilangkan ketidaknyamanan dan menurunkan risiko cedera

h.      Anjurkan memakai pakaian katun longgar

R: Mencegah iritasi dermal langsung dan meningkatkan evaporasi lembab pada kulit

 

6.      Intoleransi aktivitas berhubungan dengan oksigenasi jaringan yang tidak adekuat, keletihan

Tujuan: Pasien dapat meningkatkan aktivitas yang dapat ditoleransi

Intervensi:

a.       Pantau pasien untuk melakukan aktivitas

b.      Kaji fektor yang menyebabkan keletihan

c.       Anjurkan aktivitas alternatif sambil istirahat

d.      Pertahankan status nutrisi yang adekuat

 

7.      Kurang pengetahuan tentang  kondisi, prognosis dan tindakan medis (hemodialisa) b.d salah interpretasi informasi.

a.       Kaji ulang penyakit/prognosis dan kemungkinan yang akan dialami.

b.      Beri pendidikan kesehatan mengenai pengertian, penyebab, tanda dan gejala CKD  serta penatalaksanaannya (tindakan hemodialisa ).

c.       Libatkan keluarga dalam memberikan tindakan.

d.      Anjurkan keluarga untuk memberikan support system.

e.       Evaluasi pasien dan keluarga setelah diberikan penkes.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Carpenito, Lynda Juall. (2000). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. Jakarta : EGC

 

Doenges E,  Marilynn, dkk. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk Perancanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi 3. Jakarta : EGC

 

Long, B C. (1996). Perawatan Medikal Bedah (Suatu Pendekatan Proses Keperawatan) Jilid 3. Bandung : Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan

 

Price, Sylvia A dan Lorraine M Wilson. (1995). Patofisiologi Konsep Kllinis Proses-proses Penyakit. Edisi 4. Jakarta : EGC

 

Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G Bare. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Edisi 8. Jakarta :EGC

 

Suyono, Slamet. (2001). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 3. Jilid I II. Jakarta.: Balai Penerbit FKUI

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 


H.        PATHWAYS

 

 

 

kalo mau yang lebih lengkap silahkan di download tinggal klik aja

ASKEP NYERI DADA

ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT PADA KLIEN DENGAN

NYERI DADA

 

A.    PENGERTIAN

·         Nyeri dada adalah perasaan nyeri / tidak enak yang mengganggu daerah dada dan seringkali merupakan rasa nyeri yang diproyeksikan pada dinding dada (referred pain)

·         Nyeri Coroner adalah rasa sakit akibat terjadinya iskemik miokard karena suplai aliran darah koroner yang pada suatu saat tidak mencukupi untuk kebutuhan metabolisme miokard.

·         Nyeri dada akibat penyakit paru misalnya radang pleura (pleuritis) karena lapisan paru saja yang bisa merupakan sumber rasa sakit, sedang pleura viseralis dan parenkim paru tidak menimbulkan rasa sakit (Himawan, 1996)

 

B.     ETIOLOGI

Nyeri Dada:

a.       Cardial

-          Koroner

-          Non Koroner

b.      Non Cardial

-          Pleural

-          Gastrointestinal

-          Neural

-          Psikogenik (Abdurrahman N, 1999)

 

 

C.     TANDA DAN GEJALA

Tanda dan gejala yang biasa menyertai nyeri dada adalah :

-          Nyeri ulu hati

-          Sakit kepala

-          Nyeri yang diproyeksikan ke lengan, leher, punggung

-          Diaforesis / keringat dingin

-          Sesak nafas

-          Takikardi

-          Kulit pucat

-          Sulit tidur (insomnia)

-          Mual, Muntah, Anoreksia

-          Cemas, gelisah, fokus pada diri sendiri

-          Kelemahan

-          Wajah tegang, m erintih, menangis

-          Perubahan kesadaran

 

D.    PEMERIKSAAN PENUNJANG

a.       EKG 12 lead selama episode nyeri

-          Takhikardi / disritmia

-          Rekam EKG lengkap : T inverted, ST elevasi / depresi, Q Patologis

b.      Laboratorium

-          Kadar enzim jantung : CK, CKMB, LDH

-          Fungsi hati : SGOT, SGPT

-          Fungsi Ginjal : Ureum, Creatinin

-          Profil Lipid : LDL, HDL

c.       Foto Thorax

d.      Echocardiografi

e.       Kateterisasi jantung

 

 

E.    

Suplai O2 dan Nutrisi Jaringan menurun

 
PATHWAYS

Perubahan Perfusi Jaringan

 

Intoleransi Aktivitas

 
 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 


F.      PENGKAJIAN

1.      Pengkajian Primer

a.       Airway

-          Bagaimana kepatenan jalan nafas

-          Apakah ada sumbatan / penumpukan sekret di jalan nafas?

-          Bagaimana bunyi nafasnya, apakah ada bunyi nafas tambahan?

 

b.      Breathing

-          Bagaimana pola nafasnya ? Frekuensinya? Kedalaman dan iramanya?

-          Aapakah menggunakan otot bantu pernafasan?

-          Apakah ada bunyi nafas tambahan?

c.       Circulation

-          Bagaimana dengan nadi perifer dan nadi karotis? Kualitas (isi dan tegangan)

-          Bagaimana Capillary refillnya, apakah ada akral dingin, sianosis atau oliguri?

-          Apakah ada penurunan kesadaran?

-          Bagaimana tanda-tanda vitalnya ? T, S, N, RR, HR?

 

2.      Pengkajian Sekunder

Hal-hal penting yang perlu dikaji lebih jauh pada nyeri dada (koroner) :

a.       Lokasi nyeri

Dimana tempat mulainya, penjalarannya (nyeri dada koroner : mulai dari sternal menjalar ke leher, dagu atau bahu sampai lengan kiri bagian ulna)

b.      Sifat nyeri

Perasaan penuh, rasa berat seperti kejang, meremas, menusuk, mencekik/rasa terbakar, dll.

c.       Ciri rasa nyeri

Derajat nyeri, lamanya, berapa kali timbul dalam jangka waktu tertentu.

d.      Kronologis nyeri

Awal timbul nyeri serta perkembangannya secara berurutan

e.       Keadaan pada waktu serangan

Apakah timbul pada saat-saat / kondisi tertentu

f.       Faktor yang memperkuat / meringankan rasa nyeri misalnya sikap/posisi tubuh, pergerakan, tekanan, dll.

g.      Gejala lain yang mungkin ada atau tidaknya hubungan dengan nyeri dada.

 

G.    DIAGNOSA KEPERAWATAN

1.      Perubahan kenyamanan nyeri (nyeri akut) b.d iskemia jaringan sekunder terhadap sumbatan arteri, inflamasi jaringan

2.      Perubahan perfusi jaringan (otot jantung) b.d penurunan aliran darah

3.      Intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan antara suplai O2 dan kebutuhan metabolisme jaringan

 

H.    INTERVENSI KEPERAWATAN

Prinsip-prinsip Tindakan :

1.      Tirah baring (bedrest) dengan posisi fowler / semi fowler

2.      Melakukan EKG 12 lead kalau perlu 24 lead

3.      Mengobservasi tanda-tanda vital

4.      Kolaborasi pemberian O2 dan pemberian obat-obat analgesik, penenang, nitrogliserin, Calcium antagonis dan observasi efek samping obat.

5.      Memasang infus dan memberi ketenangan pada klien

6.      Mengambil sampel darah

7.      Mengurangi rangsang lingkungan

8.      Bersikap tenang dalam bekerja

9.      Mengobservasi tanda-tanda komplikasi

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

1.      Abdurrahman, N, Anamnesa dan pemeriksaan Jasmani Sistem Kardiovaskuler dalam IPD Jilid I, Jakarta: FKUI, 1999.

2.      Doenges, Marilynn E,Rencana Asuhan Keperawatan, Jakarta : EGC, 2000.

3.      Himawan, Buku Kuliah Gangguan Sistem Kardiovaskuler,1994.

4.      Hudak&Gallo, Keperawatan Kritis cetakan I, Jakarta : EGC, 1995

kalo mau yang lebih lengkap silahkan di download tinggal klik aja

ASKEP CHEFALGIA


 

A.      PENGERTIAN

Chefalgia atau sakit kepala adalah salah satu keluhan fisik paling utama manusia. Sakit kepala pada kenyataannya adalah gejala bukan penyakit dan dapat menunjukkan penyakit organik        ( neurologi atau penyakit lain), respon stress, vasodilatasi (migren), tegangan otot rangka (sakit kepala tegang) atau kombinasi respon tersebut (Brunner & Suddart).

 

B.       KLASIFIKASI DAN ETIOLOGI

Klasifikasi sakit kepala yang paling baru dikeluarkan oleh Headache Classification Cimitte of the International Headache Society sebagai berikut:

1.          Migren (dengan atau tanpa aura)

2.          Sakit kepal tegang

3.          Sakit kepala klaster dan hemikrania paroksismal

4.          Berbagai sakit kepala yang dikatkan dengan lesi struktural.

5.          Sakit kepala dikatkan dengan trauma kepala.

6.          Sakit kepala dihubungkan dengan gangguan vaskuler (mis. Perdarahan subarakhnoid).

7.          Sakit kepala dihuungkan dengan gangguan intrakranial non vaskuler ( mis. Tumor otak)

8.          Sakit kepala dihubungkan dengan penggunaan zat kimia tau putus obat.

9.          Sakit kepala dihubungkan dengan infeksi non sefalik.

10.     Sakit kepala yang dihubungkan dengan gangguan metabolik (hipoglikemia).

11.     Sakit kepala atau nyeri wajah yang dihubungkan dengan gangguan kepala, leher atau     struktur sekitar kepala ( mis. Glaukoma akut)

12.     Neuralgia kranial (nyeri menetap berasal dari saraf kranial)

 

 

C.      PATOFISIOLOGI

Sakit kepala timbul sebagai hasil perangsangan terhadap bangunan-bangunan diwilayah kepala dan leher yang peka terhadap nyeri. Bangunan-bangunan ekstrakranial yang peka nyeri ialah otot-otot okspital, temporal dan frontal, kulit kepala, arteri-arteri subkutis dan periostium. Tulang tengkorak sendiri tidak peka nyeri. Bangunan-bangunan intrakranial yang peka nyeri terdiri dari meninges, terutama dura basalis dan meninges yang mendindingi sinus venosus serta arteri-arteri besar pada basis otak. Sebagian besar dari jaringan otak sendiri tidak peka nyeri.

Perangsangan terhadap bangunan-bangunan itu dapat berupa:

Ø   Infeksi selaput otak : meningitis, ensefalitis.

Ø   Iritasi kimiawi terhadap selaput otak seperti pada perdarahan subdural atau setelah dilakukan pneumo atau zat kontras ensefalografi.

Ø   Peregangan selaput otak akibat proses desak ruang intrakranial, penyumbatan jalan lintasan liquor, trombosis venos spinosus, edema serebri atau tekanan intrakranial yang menurun tiba-tiba atau cepat sekali.

Ø   Vasodilatasi arteri intrakranial akibat keadaan toksik (seperti pada infeksi umum, intoksikasi alkohol, intoksikasi CO, reaksi alergik), gangguan metabolik (seperti hipoksemia, hipoglikemia dan hiperkapnia), pemakaian obat vasodilatasi, keadaan paska contusio serebri, insufisiensi serebrovasculer akut).

Ø   Gangguan pembuluh darah ekstrakranial, misalnya vasodilatasi ( migren dan cluster headache) dan radang (arteritis temporalis)

Ø   Gangguan terhadap otot-otot yang mempunyai hubungan dengan kepala, seperti pada spondiloartrosis deformans servikalis.

Ø   Penjalaran nyeri (reffererd pain) dari daerah mata (glaukoma, iritis), sinus (sinusitis), baseol kranii ( ca. Nasofaring), gigi geligi (pulpitis dan molar III yang mendesak gigi) dan daerah leher (spondiloartritis deforman servikalis.

Ø   Ketegangan otot kepala, leher bahu sebagai manifestasi psikoorganik pada keadaan depresi dan stress. Dalam hal ini sakit kepala sininim dari pusing kepala.

 

 

D.      MANIFESTASI KLINIS

a.             Migren

Migren adalah gejala kompleks yang mempunyai karakteristik pada waktu tertentu dan serangan sakit kepala berat yang terjadi berulang-ulang. Penyebab migren tidak diketahui jelas, tetapi ini dapat disebabkan oleh gangguan vaskuler primer yang biasanya banyak terjadi pada wanita dan mempunyai kecenderungan kuat dalam keluarga.

Tanda dan gejala adanya migren pada serebral merupakan hasil dari derajat iskhemia kortikal yang bervariasi. Serangan dimulai dengan vasokonstriksi arteri kulit kepala dam pembuluh darah retina dan serebral. Pembuluh darah intra dan ekstrakranial mengalami dilatasi, yang menyebabkan nyeri dan ketidaknyamanan.

Migren klasik dapat dibagi menjadi tiga fase, yaitu:

Ø   Fase aura.

Berlangsung lebih kurang 30 menit, dan dapat memberikan kesempatan bagi pasien untuk menentukan obat yang digunakan untuk mencegah serangan yang dalam. Gejala dari periode ini adalah gangguan penglihatan ( silau ), kesemutan, perasaan gatal pada wajah dan tangan, sedikit lemah pada ekstremitas dan pusing.

Periode aura ini berhubungan dengan vasokonstriksi tanpa nyeri yang diawali dengan perubahan fisiologi awal. Aliran darah serebral berkurang, dengan kehilangan autoregulasi laanjut dan kerusakan responsivitas CO2.

Ø   Fase sakit kepala

Fase sakit kepala berdenyut yang berat dan menjadikan tidak mampu yang dihungkan dengan fotofobia, mual dan muntah. Durasi keadaan ini bervariasi, beberapa jam dalam satu hari atau beberapa hari.

Ø   Fase pemulihan

Periode kontraksi otot leher dan kulit kepala yang dihubungkan dengan sakit otot dan ketegangan lokal. Kelelahan biasanya terjadi, dan pasien dapat tidur untuk waktu yang panjang.

 

b.        Cluster Headache

Cluster Headache adalah beentuk sakit kepal vaskuler lainnya yang sering terjadi pada pria. Serangan datang dalam bentuk yang menumpuk atau berkelompok, dengan nyeri yang menyiksa didaerah mata dan menyebar kedaerah wajah dan temporal. Nyeri diikuti mata berair dan sumbatan hidung. Serangan berakhir dari 15 menit sampai 2 jam yang menguat dan menurun kekuatannya.

Tipe sakit kepala ini dikaitkan dengan dilatasi didaerah dan sekitar arteri ekstrakranualis, yang ditimbulkan oleh alkohol, nitrit, vasodilator dan histamin. Sakit kepala ini berespon terhadap klorpromazin.

 

c.         Tension Headache

Stress fisik dan emosional dapat menyebabkan kontraksi pada otot-otot leher dan kulit kepala, yang menyebabkan sakit kepala karena tegang. Karakteristik dari sakit kepala ini perasaan ada tekanan pada dahi, pelipis, atau belakang leher. Hal ini sering tergambar sebagai “beban berat yang menutupi kepala”. Sakit kepala ini cenderung kronik daripada berat. Pasien membutuhkan ketenangan hati, dan biasanya keadaan ini merupakan ketakutan yang tidak terucapkan. Bantuan simtomatik mungkin diberikan untuk memanaskan pada lokasi, memijat, analgetik, antidepresan dan obat relaksan otot.

 

 

E.       PENGKAJIAN

Data subyektif dan obyektif sangat penting untuk menentukan tentang penyebab dan sifat dari sakit kepala.

v   Data Subyektif

a.         Pengertian pasien tentang sakit kepala dan kemungkinan penyebabnya.

b.        Sadar tentang adanya faktor pencetus, seperti stress.

c.         Langkah – langkah untuk mengurangi gejala seperti obat-obatan.

d.        Tempat, frekwensi, pola dan sifat sakit kepala termasuk tempat nyeri, lama dan interval diantara sakit kepala.

e.         Awal serangan sakit kepala.

f.         Ada gejala prodomal atau tidak

g.        .Ada gejala yang menyertai.

h.        Riwayat sakit kepala dalam keluarga (khusus penting sekali bila migren).

i.          Situasi yang membuat sakit kepala lebih parah.

j.          Ada alergi atau tidak.

 

v   Data Obyektif

a.    Perilaku : gejala yang memperlihatkan stress, kecemasan atau nyeri.

b.    Perubahan kemampuan dalam melaksanakan aktifitas sehari – hari.

c.     Terdapat pengkajian anormal dari sistem pengkajian fisik sistem saraf cranial.

d.     Suhu badan

e.     Drainase dari sinus.

 

Dalam pengkajian sakit kepala, beberapa butir penting perlu dipertimbangkan. Diantaranya ialah:

a.         Sakit kepala yang terlokalisir biasanya berhubungan dengan sakit kepala migrain atau gangguan organik.

b.        Sakit kepala yang menyeluruh biasanya  disebabkan oleh penyebab psikologis atau terjadi peningkatan tekanan intrakranial.

c.         Sakit kepala migren dapat berpindah dari satu sisi kesisi yang lain.

d.        Sakit kepala yang disertai peningkatan tekanan intrakranial biasanya timbil pada waktu bangun tidur atau sakit kepala tersebut membengunkan pasien dari tidur.

e.         Sakit kepala tipe sinus timbul pada pagi hari dan semakin siang menjadi lebih buruk.

f.         Banyak sakit kepala yang berhubungan dengan kondisi stress.

g.        Rasa nyeri yang tumpul, menjengkelkan, menghebat dan terus ada, sering terjadi pada sakit kepala yang psikogenis.

h.        Bahan organis yang menimbulkan nyeri yang tetap dan sifatnya bertambah terus.

i.          Sakit kapala migrain bisa menyertai mentruasi.sakit kepala bisa didahului makan makanan yang mengandung monosodium glutamat, sodim nitrat, tyramine demikian juga alkohol.

j.          Tidur terlalu lama, berpuasa, menghirup bau-bauan yang toksis dalam limngkungan kerja dimana ventilasi tidak cukup dapat menjadi penyebab sakit kepala.

k.        Obat kontrasepsi oral dapat memperberat migrain.

l.          Tiap yang ditemukan sekunder dari sakit kepala perlu dikaji.

 

 

F.       DIAGNOSTIK

1.         CT Scan, menjadi mudah dijangkau sebagai cara yang mudah dan aman untuk menemukan abnormalitas pada susunan saraf pusat.

2.         MRI Scan, dengan tujuan mendeteksi kondisi patologi otak dan medula spinalis dengan menggunakan tehnik scanning dengan kekuatan magnet untuk membuat bayangan struktur tubuh.

3.         Pungsi lumbal, dengan mengambil cairan serebrospinalis untuk pemeriksaan. Hal ini tidak dilakukan bila diketahui terjadi peningkatan tekanan intrakranial dan tumor otak, karena penurunan tekanan yang mendadak akibat pengambilan CSF.

 

 

 

G.      DIAGNOSA KEPERAWATAN

1.         Nyeri b.d stess dan ketegangan, iritasi/tekanan saraf, vasospasme, peningkatan tekana intrakranial.

2.         Koping individual tak efektif b.d situasi krisis, kerentanan personal, sistem pendukung tidak adequat, kelebihan beban kerja, ketidakadequatan relaksasi, metode koping tidak adequat, nyeri berat, ancaman berlebihan pada diri sendiri.

3.         Kurang pengetahuan mengenai kondisi dan kebutuhan pengobatan b.d kurang mengingat, tidak mengenal informasi, keterbatasab kognitif.

 

 

H.      RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN

1.           Nyeri b.d stess dan ketegangan, iritasi/tekanan saraf, vasospasme, peningkatan tekana intrakranial.

Intervensi:

a.         Pastikan durasi/episode masalah , siapa yang telah dikonsulkan, dan obat dan/atau terapi apa yang telah digunakan

b.        Teliti keluhan nyeri, catat itensitasnya ( dengan skala 0-10 ), karakteristiknya (misal : berat, berdenyut, konstan) lokasinya, lamanya, faktor yang memperburuk atau meredakan.

c.         Catat kemungkinan patofisiologi yang khas, misalnya otak/meningeal/infeksi sinus, trauma servikal, hipertensi atau trauma.

d.        Observasi adanya tanda-tanda nyeri nonverbal, seperi : ekspresi wajah, posisi tubuh, gelisah, menangis/meringis, menarik diri, diaforesis, perubahan frekuensi jantung/pernafasan, tekanan darah.

e.         Kaji hubungan faktor fisik/emosi dari keadaan seseorang

f.         Evaluasi perilaku nyeri

g.        Catat adanya pengaruh nyeri misalnya: hilangnya perhatian pada hidup, penurunan aktivitas, penurunan berat badan.

h.        Kaji derajat pengambilan langkah yang keliru secara pribadi dari pasien, seperti mengisolasi diri.

i.          Tentukan isu dari pihak kedua untuk pasien/orang terdekat, seperti asuransi, pasangan/keluarga

j.          Diskusikan dinamika fisiologi dari ketegangan/ansietas dengan pasien/orang terdekat

k.        Instruksikan pasien untuk melaporkan nyeri dengan segera jika nyeri itu timbul.

l.          Tempatkan pada ruangan yang agak gelap sesuai dengan indikasi.

m.      Anjurkan untuk beristirahat didalam ruangan yang tenang.

n.        Berikan kompres dingin pada kepala.

o.        Berikan kompres panans lembab/kering pada kepala, leher, lengan sesuai kebutuhan.

p.        Masase daerah kepala/leher/lengan jika pasien dapat mentoleransi sentuhan.

q.        Gunakan teknik sentuhan yang terapeutik, visualisasi, biofeedback, hipnotik sendiri, dan reduksi stres dan teknik relaksasi yang lain.

r.          Anjurkan pasien untuk menggunakan pernyataan positif  “Saya sembuh, saya sedang relaksasi, Saya suka hidup ini”. Sarankan pasien untuk menyadari dialog eksternal-internal dan katakan “berhenti” atau “tunda” jika muncul pikiran yang negatif.

s.         Observasi adanya mual/muntah. Berikan es, minuman yang mengandung karbonat sesuai indikasi.

 

2.           Koping individual tak efektif b.d situasi krisis, kerentanan personal, sistem pendukung tidak adequat, kelebihan beban kerja, ketidakadequatan relaksasi, metode koping tidak adequat, nyeri berat, ancaman berlebihan pada diri sendiri.

Intervensi.

a.         Dekati pasien dengan ramah dan penuh perhatian. Ambil keuntungan dari kegiatan yang daoat diajarkan.

b.        Bantu pasien dalam memahami perubahan pada konsep citra tubuh.

c.         Sarankan pasien untuk mengepresikan perasaannya dan diskusi bagaimana sakit kepala itu mengganggu kerja dan kesenangan dari hidup ini.

d.        Pastikan dampak penyakitnya terhadap kebutuhan seksual.

e.         Berikan informasi mengenai penyebab sakit  kepala, penagnan, dan hasil yang diharapkan.

f.         Kolaborasi

Rujuk untuk melakukan konseling dan/atau terapi keluarga atau kelas tempat pelatihan sikap asertif sesuai indikasi.

 

3.           Kurang pengetahuan mengenai kondisi dan kebutuhan pengobatan b.d kurang mengingat, tidak mengenal informasi, keterbatasab kognitif.

Intervensi ;

a.         Diskusikan etiologi individual dari saki kepala bila diketahui.

b.        Bantu pasien dalam mengidentifikasikan kemungkinan faktor predisposisi, seperti stress emosi, suhu yang berlebihan, alergi terhadap makanan/lingkungan tertentu.

c.         Diskusikan tentang obat-obatan dan efek sampingnya. Nilai kembali kebutuhan untuk menurunkan/menghentikan pengobatan sesuai indikasi

d.        Instruksikan pasien/orang terdekat dalam melakukan program kegiatan/latihan , makanan yang  dikonsumsi, dan tindakan yang menimbukan rasa nyaman, seprti masase dan sebagainya.

e.         Diskusikan mengenai posisi/letak tubuh yang normal.

f.         Anjurkan pasien/orang terdekat untuk menyediakan waktu agar dapat relaksasi dan bersenang-senang.

g.        Anjurkan untuk menggunakan aktivitas otak dengan benar, mencintai dan tertawa/tersenyum.

h.        Sarankan pemakaian musik-musik yang menyenangkan.

i.          Anjurkan pasien untuk memperhatikan sakit kepala yang dialaminya dan faktor-faktor yang berhubungan atau faktor presipitasinya.

j.          Berikan informasi tertulis/semacam catatan petunjuk

k.        Identifikasi dan diskusikan timbulnya resiko bahaya yang tidak nyata dan/atau terapi yang bukan terapi medis

 

 

 

 

 

 

 

 


DAFTAR PUSTAKA

 

1.        Barbara C Long, 1996, Perawatan Medikal Bedah, Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan Padjajaran, Bandung.

2.        Brunner & Suddarth, 2002, Buku Ajar keperawatan Medikal Bedah, EGC, Jakarta.

3.        Marlyn E. Doengoes, 1999, Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untukPerencanaan & Pendokumentasian Perawatan Pasien, Edisi 3, EGC, Jakarta.

4.        Priguna Sidharta, 1994, Neurogi Klinis dalam Praktek Umum, Dian Rakyat, Jakarta.

5.        Susan Martin Tucker, 1998, Standar Perawatan Pasien : Proses Perawatan, Diagnosa dan Evaluasi, Edisi V, Vol 2, EGC, Jakarta.

6.        Sylvia G. Price, 1997, Patofisologi, konsep klinik proses – proses penyakit. EGC, Jakarta

 

kalo mau yang lebih lengkap silahkan di download tinggal klik aja