Rabu, 23 Juni 2010

askep acut limphosityc leucemia

 

 

 

 

ACUT LIMPHOSITYC LEUCEMIA

 

A. PENGERTIAN  ACUT LIMPHOSITYC LEUCEMIA

Acut limphosityc leukemia adalah proliferasi maligna  / ganas limphoblast dalam  sumsum  tulang  yang  disebabkan  oleh  sel  inti  tunggal  yang  dapat bersifat sistemik. (Ngastiyah, 1997; Smeltzer & Bare, 2002; Tucker, 1997; Reeves & Lockart, 2002).

 

B. PENYEBAB ACUT LIMPHOSITYC LEUCEMIA

Penyebab  acut  limphosityc  leukemia  sampai  saat  ini  belum jelas,  diduga kemungkinan karena virus (virus onkogenik) dan faktor lain yang mungkin berperan, yaitu:

1.  Faktor eksogen

a.  Sinar x, sinar radioaktif.

b.  Hormon.

c.  Bahan kimia seperti: bensol, arsen, preparat sulfat, chloramphinecol,
      anti neoplastic agent).

2.  Faktor endogen

a.  Ras (orang Yahudi lebih mudah terkena dibanding orang kulit hitam)

b.  Kongenital (kelainan kromosom, terutama pada anak dengan Sindrom
      Down).

c.  Herediter (kakak beradik atau kembar satu telur).
     
(Ngastiyah, 1997)

C. PATOFISIOLOGI ACUT LIMPHOSITYC LEUCEMIA

Sel kanker menghasilkan leukosit yang imatur / abnormal dalam jumlah
yang berlebihan. Leukosit imatur ini menyusup ke berbagai organ, termasuk
sumsum tulang dan menggantikan unsur-unsur sel yang normal. Limfosit
imatur  berproliferasi  dalam sumsum  tulang  dan  jaringan  perifer  sehingga
mengganggu perkembangan sel normal. Hal ini menyebabkan haemopoesis
normal  terhambat,  akibatnya  terjadi  penurunan  jumlah  leucosit,  sel  darah
merah dan trombosit. Infiltrasi sel kanker ke berbagai organ menyebabkan
pembersaran hati, limpa, limfodenopati, sakit kepala, muntah, dan nyeri tulang
serta persendian. Penurunan jumlah eritrosit menimbulkan anemia, penurunan
jumlah trombosit mempermudah terjadinya perdarahan (echimosis, perdarahan
gusi,  epistaksis  dll.).  Adanya  sel  kanker  juga  mempengaruhi  sistem
retikuloendotelial  yang  dapat  menyebabkan  gangguan  sistem  pertahanan
tubuh,  sehingga  mudah  mengalami  infeksi.  Adanya  sel  kaker  juga
mengganggu  metabolisme  sehingga  sel  kekurangan  makanan.
 (Ngastiyah,
1997; Smeltzer & Bare, 2002; Suriadi dan Rita Yuliani, 2001, Betz & Sowden,
2002).

D. TANDA DAN GEJALA ACUT LIMPHOSITYC LEUCEMIA

Manifestasi klinik dari acut limphosityc leukemia antara lain:

1.  Pilek tak sembuh-sembuh

 

1


 

 

 

 

 

 

 

2.  Pucat, lesu, mudah terstimulasi

3.  Demam, anoreksia, mual, muntah

4.  Berat badan menurun

5.  Ptechiae, epistaksis, perdarahan gusi, memar tanpa sebab

6.  Nyeri tulang dan persendian

7.  Nyeri abdomen

8.  Hepatosplenomegali, limfadenopati

9.  Abnormalitas WBC

10. Nyeri kepala

 

 

E.  PEMERIKSAAN   DIAGNOSTIK   PADA   ACUT   LIMPHOSITYC

LEUCEMIA

Pemeriksaan  diagnostik  yang  lazim  dilakukan  pada  anak  dengan  acut limphosityc leukemia adalah:

1.  Pemeriksaan sumsum tulang (BMP / Bone Marrow Punction):

a.  Ditemukan sel blast yang berlebihan

b.  Peningkatan protein

2.  Pemeriksaan darah tepi

a.  Pansitopenia (anemia, lekopenia, trombositopneia)

b.  Peningkatan asam urat serum

c.  Peningkatan tembaga (Cu) serum

d.  Penurunan kadar Zink (Zn)

e.  Peningkatan leukosit dapat terjadi (20.000 - 200.000 / µl) tetapi dalam
      bentuk sel blast / sel primitif

3.  Biopsi hati, limpa, ginjal, tulang untuk mengkaji keterlibatan / infiltrasi sel
     
kanker ke organ tersebut

4.  Fotothorax untuk mengkaji keterlibatan mediastinum

5.  Sitogenik:

50-60% dari pasien ALL dan AML mempunyai kelainan berupa:

a.  Kelainan  jumlah  kromosom,  seperti  diploid       (2n),  haploid   (2n-a),

hiperploid (2n+a)

b.  Bertambah atau hilangnya bagian kromosom (partial delection)

c.  Terdapat  marker  kromosom,  yaitu  elemen  yang  secara  morfologis
     
bukan komponen kromosom normal dari bentuk yang sangat besar
     
sampai yang sangat  kecil

F.   PENGOBATAN PADA ALL

1.  Transfusi darah, biasanya diberikan bila kadar Hb kurang dari 6 g%. Pada
     
trombositopenia  yang  berat  dan  perdarahan  masif,  dapat  diberikan
     
transfusi  trombosit  dan bila terdapat  tanda-tanda DIC dapat diberikan
      heparin.

2.  Kortikosteroid    (prednison,  kortison,  deksametason  dan  sebagainya).
     
Setelah dicapai remisi dosis dikurangi sedikit demi sedikit dan akhirnya
      dihentikan.

 

 

2


 

 

 

 

 

 

 

3.   Sitostatika.  Selain  sitostatika  yang  lama    (6-merkaptopurin  atau   6-mp,

metotreksat atau MTX) pada waktu ini dipakai pula yang baru dan lebih poten seperti vinkristin (oncovin), rubidomisin (daunorubycine), sitosin, arabinosid,  L-asparaginase,  siklofosfamid  atau  CPA,  adriamisin  dan sebagainya.    Umumnya    sitostatika    diberikan    dalam   kombinasi bersama-sama dengan prednison. Pada pemberian obat-obatan ini sering terdapat akibat samping berupa alopesia, stomatitis, leukopenia, infeksi sekunder  atau  kandidiagis.  Hendaknya  lebih  berhziti-hati  bila  jumiah leukosit kurang dari 2.000/mm3.

4.   Infeksi  sekunder  dihindarkan   (bila  mungkin  penderita  diisolasi  dalam

kamar yang suci hama).

5.   Imunoterapi, merupakan cara pengobatan yang terbaru. Setelah tercapai
      remisi dan jumlah sel leukemia cukup rendah  (10
5  -  106), imunoterapi
      mulai diberikan. Pengobatan yang aspesifik dilakukan dengan pemberian
     
imunisasi BCG atau dengan Corynae bacterium dan dimaksudkan agar
     
terbentuk antibodi yang dapat memperkuat daya tahan tubuh. Pengobatan
     
spesifik dikerjakan dengan penyuntikan sel leukemia yang telah diradiasi.
     
Dengan cara ini diharapkan akan terbentuk antibodi yang spesifik terhadap
     
sel leukemia, sehingga semua sel patologis akan dihancurkan sehingga
     
diharapkan penderita leukemia dapat sembuh sempurna.

6.   Cara pengobatan.

Setiap klinik mempunyai cara tersendiri bergantung pada pengalamannya.
Umumnya  pengobatan  ditujukan  terhadap  pencegahan  kambuh  dan
mendapatkan  masa  remisi  yang  lebih  lama.  Untuk  mencapai  keadaan
tersebut, pada prinsipnya dipakai pola dasar pengobatan sebagai berikut:

a.  Induksi

Dimaksudkan untuk mencapai remisi, yaitu dengan pemberian berbagai obat tersebut di atas, baik secara sistemik maupun intratekal sampai sel blast dalam sumsum tulang kurang dari 5%.

b.  Konsolidasi

Yaitu agar sel yang tersisa tidak cepat memperbanyak diri lagi.

c.  Rumat (maintenance)

Untuk  mempertahankan  masa  remisi,  sedapat-dapatnya  suatu  masa remisi yang lama. Biasanya dilakukan dengan pemberian sitostatika separuh dosis biasa.

d.  Reinduksi

Dimaksudkan untuk mencegah relaps. Reinduksi biasanya dilakukan setiap 3-6 bulan dengan pemberian obat-obat seperti pada induksi selama 10-14 hari.

e.  Mencegah terjadinya leukemia susunan saraf pusat.

Untuk hal ini diberikan MTX intratekal pada waktu induksi untuk
mencegah leukemia meningeal dan radiasi kranial sebanyak  2.400-

2.500 rad. untuk mencegah leukemia meningeal dan leukemia serebral. Radiasi ini tidak diulang pada reinduksi.

f.  Pengobatan imunologik

 

 

3


 

 

 

 

 

 

 

Diharapkan semua sel leukemia dalam tubuh akan hilang sama sekali
dan dengan demikian diharapkan penderita dapat sembuh sempurna.

(FKUI, 1985)

 

G. PATHWAYS

 

Proliferasi sel kanker

 

Sel kanker bersaing dengan sel normal
         Untuk mendapatkan nutrisi

Infiltrasi

 

Sel normal digantikan dengan
               Sel kanker

 

Depresi sumsum                    metabolisme         infiltrasi          infiltrasi

Tulang                                                             S S P             ekstra medular

Sel kekurangan    meningitis       pembesaran limpa,

makanan         leukemia         liver,nodus limfe,

tulang

Eritrosit leukosit      faktor          tekanan

Pembekuan         jaringan     nyeri tulang                 tulang

& persendian               mengecil&

Anemia infeksi       perdarahan                                                           lemah

 

Demam      trombositopeni                                                      fraktur

fisiologis

 

 

H. MASALAH  KEPERAWATAN  YANG  MUNGKIN  MUNCUL  PADA
      ANAK DENGAN ACUT LIMPHOSITYC LEUCEMIA

Adanya keganasan menimbulkan masalah keperawatan, antara lain:

1.  Intoleransi aktivitas

2.  Resiko tinggi infeksi

3.  Resiko perubahan nutrisi kurang dari kebutuahn

4.  Resiko cedera (perdarahan)

5.  Resiko kerusakan integritas kulit

6.  Nyeri

7.  Resiko kekurangan volume cairan

8.  Berduka

9.  Kurang pengetahuan

 

4


 

 

 

 

 

 

 

10. Perubahan proses keluarga

11. Gangguan citra diri / gambaran diri

 

I.    PERAWATAN   PADA   ANAK   DENGAN   ACUT   LIMPHOSITYC

LEUCEMIA

1.   Mengatasi keletihan / intoleransi aktivitas:

a.  Kaji adanya tanda-tanda anemia: pucat, peka rangsang, cepat lelah,
     
kadar Hb rendah.

b.  Pantau hitung darah lengkap dan hitung jenis

c.  Berikan cukup istirahat dan tidur tanpa gangguan

d.  Minimalkan kegelisahan dan anjurkan bermain yang tenang

e.  Bantu pasien dalam aktivitas sehari-hari

f.  Pantau frekuensi nadi, prnafasan, sebelum dan selama aktivitas

g.  Ketika kondisi membaik, dorong aktivitas sesuai toleransi

h.  Jika diprogramkan, berikan packed RBC

2.   Mencegah terjadinya infeksi

a.  Observasi adanya tanda-tanda infeksi, pantau suhu badan laporkan jika
     
suhu > 38oC yang berlangsung > 24 jam, menggigil dan nadi > 100 x /
      menit.

b.  Sadari bahwa ketika hitung neutrofil menurun  (neutropenia), resiko
      infeksi meningkat, maka:

1). Tampatkan pasien dalam ruangan khusus

2). Sebelum  merawat  pasien:  cuci  tangan  dan  memakai  pakaian
      pelindung, masker dan sarung tangan.

3). Cegah komtak dengan individu yang terinfeksi

c.  Jaga lingkungan tetap bersih, batasi tindakan invasif

d.  Bantu ambulasi jika mungkin (membalik, batuk, nafas dalam)

e.  Lakukan higiene oral dan perawatan perineal secara sering.

f.  Pantau masukan dan haluaran serta pertahankan hidarasi yang adekuat
     
dengan minum 3 liter / hari

g.  Berika terapi antibiotik dan tranfusi granulosit jika diprogramkan

h.  Yakinkan pemberian makanan yang bergizi.

3.   Mencegah cidera (perdarahan)

a.  Observasi adanya tanda-tanda perdarahan dengan inspeksi kulit, mulut,
     
hidung, urine, feses, muntahan, dan lokasi infus.

b.  Pantau tanda vital dan nilai trombosit

c.  Hindari injesi intravena dan intramuskuler seminimal mungkin   dan
      tekan 5-10 menit setiap kali menyuntik

d.  Gunakan sikat gigi yang lebut dan lunak

e.  Hindari pengambilan temperatur rektal, pengobatan rekatl dan enema

f.  Hindari aktivitas yang dapat menyebabkan cidera fisik atau mainan
     
yang dapat melukai kulit.

4.   Memberikan nutrisi yang adekuat

a.  Kaji jumlah makanan dan cairan yang ditoleransi pasien

b.  Berikan kebersihan oral sebelum dan sesudah  makan

 

5


 

 

 

 

 

 

 

c.  Hindari bau, parfum, tindakan yang tidak menyenangkan, gangguan
     
pandangan dan bunyi

d.  Ubah pola makan, berikan makanan ringan dan sering, libatkan pasien
      dalam memilih makanan yang bergizi tinggi, timbang BB tiap hari

e.  Sajikan makanan dalam suhu dingin / hangat

f.  Pantau masukan makanan, bila jumlah kurang berikan ciran parenteral
      dan NPT yang diprogramkan.

5.   Mencegah kekurangan cairan

a.  Kaji adanya tanda-tanda dehidrasi

b.  Berikan antiemetik awal sebelum pemberian kemoterapi

c.  Hindari pemberian makanan dan minuman yang baunya merangngsang
      mual / muntah

d.  Anjurkan minum dalam porsi kecil dan sering

e.  Kolaborasi pemberian cairan parenteral untuk mempertahankan hidrasi
     
sesuai indikasi

6.   Antisipasi berduka

a.  Kaji tahapan berduka oada anak dan keluarga

b.  Berikan dukungan pada respon adaptif dan rubah respon maladaptif

c.  Luangkan waktu bersama anak untuk memberi kesempatan express
     
feeling

d.  Fasilitasi express feeling melalui permainan

7.   Memberikan pendidikan kesehatan pada pasien dan keluarga tentang:

a.  Proses penyakit leukemia: gejala, pentingnya pengobatan / perawatan.

b.  Komplikasi penyakit leukemia: perdarahan, infeksi dll.

c.  Aktivitas dan latihan sesuai toleransi

d.  Mengatasi kecemasan

e.  Pemberian nutrisi

f.  Pengobatan dan efek samping pengobatan 8. Meningkatkan peran keluarga

a.  Jelaskan alasan dilakukannya setiap prosedur pengobatan / dianostik

b.  Jadwalkan waktu bagi keluarga bersama anak tanpa diganggu oleh staf
      SR

c.  Dorong keluarga untuk express feelings

d.  Libatkan keluarga dalam perencanaan dan pelaksanaan perawatan si
     
anak

9.   Mencegah gangguan citra diri / gambaran diri

a.  Dorong pasien untuk express feelings tentang dirinya

b.  Berikan  informasi  yang  mendukung  pasien      (  misal;  rambut  akan

tumbuh kembali, berat badan akan kembali naik jika terapi selesai dll.)

c.  Dukung interaksi sosial / peer group

d.  Sarankan pemakaian wig, topi / penutup kepala.

 

 

 

 

 

 

6


 

 

 

 

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

1.  Betz, Sowden. (2002). Buku Saku Keperawatan Pediatrik. Edisi 2. Jakarta,
     
EGC.

2.  Suriadi,  Yuliani  R.    (2001).  Asuhan  Keperawatan  pada  Anak.  Edisi  I.

Jakarta, CV Sagung Seto.

3.  Reeeves, Lockart. (2002). Keperawatan Medikal Bedah. Cetakan I. Jakarta,
     
Salemba Raya.

4.  FKUI. (1985). Ilmu Kesehatan Anak. Volume 1. Jakarta, FKUI.

5.  Sacharin Rosa M. (1993). Prinsip Perawatan Pediatri. Edisi 2. Jakarta : EGC.

6.  Gale  Danielle,  Charette  Jane.        (2000).  Rencana  Asuhan  Keperawatan

Onkologi, Jakarta : EGC.

7.  Price Sylvia A, Wilson Lorraine Mc Cart .(1995). Patofisiologi. Jakarta : EGC

8.  Sutarni  Nani.(2003).  Prosedur  Dan  Cara  Pemberian  Obat  Kemoterapi.
     
Disampaikan Pada Pelatihan Kemoterapi Di RS Kariadi Semarang, Tanggal
      13-15 November 2003.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

7

 

kalo mau yang lebih lengkap silahkan di download tinggal klik aja

Tidak ada komentar:

Posting Komentar